Bima , Mencari Tirta Prawita – Bag.4 (Selesai)

 
Segera tersadarlah Wrekudara.

“Apa yg engkau saksikan ?”

Wrekudara berkata melihat cahaya tunggal ,
tapi mempunyai empat warna berbeda , yaitu hitam , merah , kuning dan putih.

Sang Dewa Ruci pun menjelaskan tentang cahaya itu.

“Itulah warna catur napsu yg ada dalam diri manusia.
Putih adalah warna hawa kebaikan ,
namun geraknya selalu dihalangi oleh ke 3 warna yg lain.
Hitam adalah hawa keberanian , kekuasaaan.
Merah adalah hawa kemarahan dan napsu amarah.
Kuning adalah hawa kesenangan duniawi , kenikmatan.

Putih itulah cahaya Hyang Suci , namun keempatnya tidak bisa dipisahkan ,
hanyalah bisa mengendalikan ketiga yg lain.
Jangan sampai terlanjur-lanjur menurutkan hawa yg tiga ,
karena akan membuat hawa kebaikan kalah.

Hilang cahaya yg empat ,
berganti dengan cahaya tunggal , yg memancarkan cahaya delapan warna.

“Itulah gambaran dirimu beserta isi bumi , jagad alit dan jagad agung.
Juga arah barat , timur , selatan , utara . serta atas dan bawah.”

Kemudian tampaklah seperti tawon yg mengepakkan sayapnya.
Berputar-putar sewarna gadhing , cahayanya memancar berkilatan.

“Itukah warna Dzat Yang Maha Kuasa ?”

“Bukan. Bukan itu yg engkau cari. Ia tak dapat engkau lihat tapi ada.
Tanpa wujud , tanpa rasa , tanpa warna.
Ia tak bertempat tinggal namun ada dalam yang ‘waspada’.
Ia ada dimana-mana , memenuhi semesta alam raya , namun tak dapat ditunjuk.”

Sang Dewa Ruci melanjutkan.

“Yg engkau lihat , bagai mutiara berkilauan cahayanya ,
itu adalah Pramana , berada dalam dirimu , namun tak menjadi satu.
Tak ikut merasakan suka duka , tak ikut bahagia dan prihatin.
Namun bila terpisah dari raga , luluh lungkrah tanpa dayalah raga ,
karena Pramana itulah yg menjadi wadhah “hidup” Hyang Suksma Kawekas.
Ingsun umpamakne simbar dan kemladheyan (sejenis tanaman benalu)
berada di pohon besar.
Hidupnya yg sebenarnya tergantung pada pohon tempatnya tinggal.
Demikian juga Pramana ,
“hidup”nya masih di”hidup”i oleh Hyang Kang Amurba Wisesa jagad raya ini.

Belum tuntas Sang dewa Ruci menerangkan semuanya ,
Wrekudara menyela.

“Dhuh pukulun , mohon sih welas paduka ,
manakah sejatinya warna yg ingin hamba ketahui ?

“Ketahuilah , yang itu tidak diperbolehkan.
Niscaya luluh lebur musnahlah bila engkau melihatnya.
Bila engkau tetap memaksa , ‘sirna’kanlah wujud lahirmu ,
jangan menggunakan ‘mata ragawi’ , karena itulah penghalang yg utama.”

“Bila hamba mencapai tahapan itu , seperti apakah gambaran warna Dzat ?”

“Tak ada yg bisa menggambarkanNYA.”

Wrekudara diam termangu-mangu ,
kerinduannya , keinginannya untuk bertemu Sang Pencipta tak tertahankan.
Apakah arti semua harta benda , kesenangan , keindahan , kenikmatan ,
yg ada di jagad raya ini , bila dibandingkan dengan Anugerah itu ?
Lalu , Wrekudara pun berkata.

“Bila demikian , hamba ingin tinggal di sini saja.
Tak ada lapar , tak ada lelah , tak ada ngantuk , tak ada sedih ,
tak ada keinginan akan apapun , yg ada hanya merasa damai . . . ”

“Itu tidak boleh , bila belum mati.”

Kembali Wrekudara terdiam.
Timbullah sih welas Sang Dewa Ruci untuk memberi pencerahan.
Sebab tentang Yang Satu itu , tetaplah menjadi rahasia alam semesta.

“Wrekudara , bila niatmu tetap untuk mengetahui Sejatining Urip ,
maka waspadalah terhadap semua yg menjadi penghalangmu ,
bila engkau sanggup menyingkirkan semua godaan ,
akan Ingsun beritahukan rahasia , agar hatimu terbuka.”

Wrekudara menghaturkan sembah , kemudian duduk bersila.

“Dengarkanlah dengan seksama perkataan Ingsun.
Ya ini , Adanya ingsun Yang Maha Suci ,
bersemayam dan menjadi dirimu yang sejati.
Ya ini , wahana Ingsun Yang Maha Mulya ,
menjadi wahana dirimu yg nyata.
Di sini , Adanya Ingsun Yang Maha Wisesa ,
sebenarnya menjadi keberadaanmu yang sejati.

Ketika masih awang-uwung , jagad belum digelar , belum ada sesuatu apapun ,
yg ada mula-mula hanyalah Ingsun , tidak ada Pangeran.
Ingsun sejatinya Gusti Yang bersifat Esa ,
yg bersemayam dalam “hidup”mu.
Maka waspadalah jangan sampai terlena ,
selalu ingat jangan ragu-ragu.”

Wrekudara meyembah , bathinnya telah memahami wejangan Sang dewa Ruci.
Kemudian Wrekudara diajarkan tentang “Manunggaling Kawula Gusti” ,
dan semua kawruh yg berhubungan dengan kesucian Sang Suksma.

Oleh Sang Dewa Ruci ,
Wrekudara dilarang untuk menceritakan apa yg telah dilihatnya ,
apa yg telah dialaminya , apa yg telah diketahuinya.
Hanya manusia pinilih yg akan mampu memahami rahasia itu.

“Wrekudara , berhati-hatilah dengan semua yg menjadi penghalang laku utama.
Sampurnaning Urip itu bila engkau bisa mengenal dirimu sendiri.”

“Seumpama kaca cermin sejati ,
yg melihat adalah Hyang Suksma ,
bayangan yg ada dalam cermin ,
ya wujud lahir manusia itulah.
Semua gerak sang bayangan adalah karena Hyang Sukma.
Maka bila sampai Hyang Suksma pergi meninggalkan raga ,
sasar susur uripireki (terlunta-luntalah hidupmu sebagai manusia).
Poma den ati-ati angreksa Hyang Sukma
(maka berhati-hatilah menjaga kesucian Hyang Suksma)”

Masih banyak lagi wejangan yg diberikan Sang Dewa Ruci.

“Namun , tentang permintaanmu yg sejati , itu tidak boleh diwedharkan.
Masih tetap akan menjadi rahasia Alam Semesta.”

Wrekudara telah menjadi manusia baru ,
yg tak lagi samar dengan pepesthening Kang Akarya Jagad ,
tidak lagi ragu-ragu dengan takdir dan perjalanan hidupnya.
Namun tetap tidak merubah kedudukannya sebagai “titah”.

Setelah selesai , Sang Dewa Ruci menyuruh Wrekudara untuk keluar.
Dengan sarana cipta , Wrekudara pun keluar dari guwagarba Sang Dewa Ruci.
Byar ! Seketika itu juga Wrekudara telah berada di tepi pantai.

Waktupun telah bergulir menyongsong fajar.
Di ufuk timur , sang surya mulai menyiratkan cahaya kemerahan ,
seperti mata sang putri yg semalaman menangiskan kekasihnya pergi . . .
Ocehan burung hantu di pohon kanigara ,
seperti kidung rintihan yg sedang menangung rindu.
Pekik ayam hutan di padang belantara . . .
lirih bagai petikan dawai kecapi.
Burung merak anguwuh sambil memamerkan indah bulunya.
Kombang menghisap madu di taman dewata.
Alam memang tak pernah ingkar . . . . .

———————————————————————————————————————-

Tak diceritakan perjalanan Wrekudara pulang kembali ke Amarta.
Para saudara menyambut kedatangannya dengan rasa syukur.
Terlebih ketika mengetahui bahwa Wrekudara telah bertemu dengan Guru Sejati ,
meski Wrekudara tak menceritakan apa yg telah didapatnya dari Sang Dewa Ruci.

Bagaimanapun juga ,
pikiran dan perasaan manusia yg rapuh ,
tak mungkin bisa mengerti dan memahami keagungan Sang Pencipta.
Itu bagai memindahkan air samudra ke sebuah lubang di pantai ,
menggunakan batok bolu (tempurung kelapa berlubang tiga).

Tancep Kayon.
Kanthi asashanti , jaya , jaya , wijayanti.
suradira jayaningrat , lebur dening pangastuti.

                                       

                                                Yoga Hart
                                                S.O.T.R , November ’09
                                                Sinengkalan :
                                                sembahing yoga anggatra raharja (1942 Saka)

=================================================

Daftar Pustaka (sumber-sumber) :
– Bima Suci – R.Tanaya.
– Sejarah Wayang Purwa – Hardjowirogo.
– Sarasilah Wayang Purwa – S. Padmosoekotjo.
– Pagelaran wayang yg pernah dilihat dan didengar.
– Lain-lain

=================================================

Tinggalkan komentar